Hore!
Akhirnya setelah sekian lama punya 'cita-cita' main sepeda malam hari, tadi baru bisa kesampaian. Alhamdulillah. Terimakasih Allah, Engkau selalu memanjakanku.
Seru. Seseru yang saya bayangkan. Kenapa seru?
Meskipun awalnya saya dibilang berisik oleh teman seperjalanan saya, Insek. Saya tetap pantang menyerah. Siapa yang mulutnya bisa diam sewaktu mengendarai sepeda tanpa spion dan lampu jalan sering diklakson-klakson secara beruntun tanpa perasaan. Banyak motor dan mobil yang dengan kecepatan extra luar biasa tiba-tiba nyalip dengan sangat mepetnya, sampai-sampai bau cat body mobil dan motornya mungkin bisa saja tercium oleh saya saking dekatnya. Menyedihkan. Saya sendiri merasa diri saya menyedihkan waktu itu.
"Mentang-mentang mobil! Mentang-mentang motor!" Saya menggerutu.
Jadi tersadar sewaktu saya di pihak si pengendara motor. Ketawa cengengesan kalau sudah sukses menyalip siapapun juga di jalanan. Tak pandang siapa, apa kendaraannya, membahayakan orang lain atau tidak, mengambil hak jalan orang lain atau tidak? Don't care.
Memang benar, baik apabila kita melihat sesuatu dari dua sisi, jangan dari salah satu sisinya saja. Agar kita dapat lebih bijak dalam mengambil kesimpulan.
Setelah masa adaptasi itu berjalan dengan alakadarnya dan sesingkat-singkatnya, akhirnya saya menemukan sisi asyiknya sekarang.
Yap! karena dengan naik sepeda saya boleh cuek dengan marka jalan, lampu merah, helm, dan peraturan lalu lintas lainnya seperti jalan searah yang dengan santainya saya lewati dan tidak ada satupun orang bahkan polisi yang menegur.
It's freedom, Dude!
Puas rasanya.PUASSSS!! *rintihan korban TILANG berkali-kali*
Tapi sebenarnya yang menjadi point terpenting adalah di lain sisi, memang ada kenyamanan yang berlipat di tengah mengayuh sepeda yang terus melaju dengan tenang seraya melihat ke langit yang meski jarang bintang namun temaram damainya sangat nyata. Udara malam yang dingin mampu mengikis lelah.
Tiap berpapasan dengan pesepeda lainnya, baik itu tua atau muda, laki-laki atau perempuan, pelajar atau tukang becak, semua diberi waktu sesaat untuk saling sapa atas keterbatasan kecepatan dari sepeda. Yah, itu yang tidak dimiliki oleh pengendara motor atau mobil. Dengan kecepatan supernya semua jadi acuh, bak di sirkuit balap saja. Elo-elo gue-gue. Sama sekali bukan rasa kebersamaan yang tercipta di jalan raya yang saya dapaati selama ini, namun egoisme yang meradang.
Tidak ada senyum dari sesama pengendara seperti senyum pesepeda yang saya lihat di sepanjang rute perjalanan saya tadi.
Tidak ada kerja sama yang tulus antara mahasiswa dan tukang becak sewaktu mencari celah untuk menyeberang di tengah-tengah lampu merah. :p
Tidak ada rasa sama dan kebersamaan yang sangat nyata seperti tadi.
Bersepeda malam-malam. Kapan lagi? :B
Akhirnya setelah sekian lama punya 'cita-cita' main sepeda malam hari, tadi baru bisa kesampaian. Alhamdulillah. Terimakasih Allah, Engkau selalu memanjakanku.
Seru. Seseru yang saya bayangkan. Kenapa seru?
Meskipun awalnya saya dibilang berisik oleh teman seperjalanan saya, Insek. Saya tetap pantang menyerah. Siapa yang mulutnya bisa diam sewaktu mengendarai sepeda tanpa spion dan lampu jalan sering diklakson-klakson secara beruntun tanpa perasaan. Banyak motor dan mobil yang dengan kecepatan extra luar biasa tiba-tiba nyalip dengan sangat mepetnya, sampai-sampai bau cat body mobil dan motornya mungkin bisa saja tercium oleh saya saking dekatnya. Menyedihkan. Saya sendiri merasa diri saya menyedihkan waktu itu.
"Mentang-mentang mobil! Mentang-mentang motor!" Saya menggerutu.
Jadi tersadar sewaktu saya di pihak si pengendara motor. Ketawa cengengesan kalau sudah sukses menyalip siapapun juga di jalanan. Tak pandang siapa, apa kendaraannya, membahayakan orang lain atau tidak, mengambil hak jalan orang lain atau tidak? Don't care.
Memang benar, baik apabila kita melihat sesuatu dari dua sisi, jangan dari salah satu sisinya saja. Agar kita dapat lebih bijak dalam mengambil kesimpulan.
Setelah masa adaptasi itu berjalan dengan alakadarnya dan sesingkat-singkatnya, akhirnya saya menemukan sisi asyiknya sekarang.
Yap! karena dengan naik sepeda saya boleh cuek dengan marka jalan, lampu merah, helm, dan peraturan lalu lintas lainnya seperti jalan searah yang dengan santainya saya lewati dan tidak ada satupun orang bahkan polisi yang menegur.
It's freedom, Dude!
Puas rasanya.PUASSSS!! *rintihan korban TILANG berkali-kali*
Tapi sebenarnya yang menjadi point terpenting adalah di lain sisi, memang ada kenyamanan yang berlipat di tengah mengayuh sepeda yang terus melaju dengan tenang seraya melihat ke langit yang meski jarang bintang namun temaram damainya sangat nyata. Udara malam yang dingin mampu mengikis lelah.
Tiap berpapasan dengan pesepeda lainnya, baik itu tua atau muda, laki-laki atau perempuan, pelajar atau tukang becak, semua diberi waktu sesaat untuk saling sapa atas keterbatasan kecepatan dari sepeda. Yah, itu yang tidak dimiliki oleh pengendara motor atau mobil. Dengan kecepatan supernya semua jadi acuh, bak di sirkuit balap saja. Elo-elo gue-gue. Sama sekali bukan rasa kebersamaan yang tercipta di jalan raya yang saya dapaati selama ini, namun egoisme yang meradang.
Tidak ada senyum dari sesama pengendara seperti senyum pesepeda yang saya lihat di sepanjang rute perjalanan saya tadi.
Tidak ada kerja sama yang tulus antara mahasiswa dan tukang becak sewaktu mencari celah untuk menyeberang di tengah-tengah lampu merah. :p
Tidak ada rasa sama dan kebersamaan yang sangat nyata seperti tadi.
Bersepeda malam-malam. Kapan lagi? :B
