Nggak punya uang, makan mie.
Males keluar, bikin mie. Mungkin beda cerita kalo jadi si jago masak serupa Farah Quinn,
![]() |
| sumber: internet |
atau
Bu Sisca
Soewitomoata yang
lihai menyulap bahan mentah jadi masakan yang ciamik.
![]() |
| sumber: Internet |
Dengan ciri khas si mbak Farah
yang nggak ketinggalan, dengan bangganya berkata ‘this is it!’ dengan tampang yang tetap aduhai nggak kaya abis
masak. Padahal saya sekedar masak sambel aja muka udah kaya bibi-bibi abis nyuci
pakaian kotor berember-ember.
Ngomong-ngomong
tentang masak memasak, jadi keinget waktu ada acara SCS (student care scholarship ). Disitu gue nemuin anak SD yang pinter
bikin donat.
Begini ceritanya…
SCS
adalah acara BEM fakultas yang isi programnya berhubungan dengan memberikan
bantuan untuk sebuah SD. Disana kami memberikan dukungan moral dan material,
meskipun sebatas kemampuan mahasiswa. Tapi bagi kami yang penting ikhlas pasti
bermanfaat. ;B
Kembali
ke acara, gue yang sebenarnya nggak terlalu suka bergaul sama bocah-bocah, ikut
‘seolah-olah’ jadi staf pengajar dadakan disana. Siang itu di SD ada kelas 3, 4
, dan 5. Pelajaran hari itu adalah membuat mading.
Tema
mading kita hari itu adalah ‘CITA-CITAKU’.
Setuju banget sama program ini terutama temanya. Sedari kecil
seorang anak memang perlu disuggesti terus tentang apa yang dia suka, apa yang
dia mau, dan jadi apa dia kelak. Biar nggak kayak saya sekarang yang masih
kesana kemari nggak ada tujuan dan gelagepan kalo ditanya tentang cita-cita.
Anak-anak
SD jaman sekarang kreatif-kreatif loh ternyata. Gambarnya beraneka rupa dari
yang sederhana sampai yang gue sendiri nggak pernah kepikiran mau buat bentuk
yang kaya gitu. Nice!
saya kerjaannya mandorin sambil keliling-keliling kelas. Ada kelas yang anteng
banget ada juga kelas yang sebegitu aktif anak-anaknya sampai berdampak pada
aura dan aroma kelas yang luar biasa tak tergambarkan. Pokoknya geleng-geleng
deh.
Nah,
samapailah gue di kelas 3. Ada seorang anak laki-laki yang tengah serius dengan kartonnya.
Saya : Mau jadi apa nih dek, kok gambarnya
rumah makan?
Si bocah : jadi koki.
Saya : emang bisa masak?
Si
bocah : bisa.
Saya : masak apa? (udah mulai ngerasa
tersaingi)
Si
bocah : masak donat gitu. Jualan juga di sekolah.
Saya : hah? Jualan donat? Tiap hari? (mulai
shock)
Si
bocah : iya. (jawab nyantai kaya di pantai)
Saya : rasanya apa aja? (mulai keppo)
Saya : rasanya apa aja? (mulai keppo)
Si
bocah : ada yang cokelat, keju, macem-macem.
Saya : kan tiap hari masuk sekolah pagi, kapan
buatnya? (udah merasa kalah telak)
Si
bocah : ya malem
Nadhia
(temen yang ikutan nimbrung): kalo malem nggak belajar?
Si
bocah : belajarnya sore-sore agak siangan gitu.
Saya : sama ibu bikinnya? (masih penasaran dan
bias nerima kekalahan)
Si bocah : sama bapak. Ibu nggak kuat ngaduk. Hehehe.
Saya : hahaha.. berapa harga donatnya?
Si bocah :
limaratus.
Saya beralih ke anak yang lainnya. Si anak perempuan
yang sedang asyik menggambar sebuah gedung besar kelihatannya. Dengan bangga si anak perempuan itu mendiskripsikan cita-citanya, "mau jadi dosen UNS" katanya.
Satu sisi saya pengin banget mengambinghitamkan masa kecil yang nggak ada motivasi buat bermimpi. Flat. Ibarat sayur tak bergaram, teh tak bergula, Atau sinden tak bermake up. Satu sisi saya juga bangga. Jaman sekarang anak seusia kelas 3 SD sudah mempunyai gambaran setidaknya kegemaran yang dia kerjakan dengan ikhlas dan penuh kecintaan. Jujur, hal itu merupakan sesuatu hal yang sulit buat dicari. Untuk pemikiran, keinginan, dan usaha meraka atas umur yang masih sebegitu cilik, salut dah.
Semangat para
pemuda pemudi generasi penerus bangsa!
Mari kita raih
cita-cita kita!semoga kesuksesan menyertai kita!J
jangan mau kalah sama anak SD. Jangan takut bercita-cita dari sekarang! OPTIMIS! uyeh!


No comments:
Post a Comment
terimakasih untuk bersedia meninggalkan jejak :)